Bengkulu, swara-indonesia.com 26/10/2025–Isu dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek rehabilitasi dan pengadaan peralatan rumah dinas pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu tahun anggaran 2024 kembali menjadi perbincangan hangat di publik. Proyek senilai kurang lebih Rp 3,5 miliar itu kini disorot berbagai kalangan karena diduga tidak melalui proses lelang dan tanpa kontrak kerja yang sah.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Front Pembela Rakyat (FPR), Rustam Efendi, SH, menegaskan bahwa proyek tersebut berpotensi melanggar aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ia mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu untuk segera menelusuri dugaan pelanggaran prosedural dalam pelaksanaan kegiatan itu.

“Pelaksanaan proyek rehab rumah dinas Ketua DPRD tanpa kontrak kerja dan tanpa proses tender jelas menyalahi aturan. Sangat kecil kemungkinan kontraktor berani mengerjakan proyek sebesar ini tanpa ada jaminan anggaran,” ujar Rustam kepada wartawan, Sabtu (25/10/2025).
Rustam menambahkan, dari hasil penelusuran yang dilakukan pihaknya, proyek tersebut tidak tercantum dalam Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) maupun Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Pemerintah Provinsi Bengkulu tahun 2024. Hal itu, menurutnya, memperkuat dugaan bahwa kegiatan tersebut direkayasa sejak awal.
Lebih jauh, Rustam juga mengungkap adanya dugaan keterlibatan pejabat di lingkungan sekretariat dewan. Ia menduga, terdapat pola kerja sama terselubung antara Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Sumardi, dengan mantan Sekretaris Dewan (Sekwan). Dugaan itu muncul setelah diketahui bahwa pencairan dana proyek sempat tertahan karena Sekwan baru menolak menandatangani dokumen administrasi yang dinilai janggal.
“Berdasarkan informasi yang kami peroleh, nilai pencairan yang diajukan kontraktor ke Sekwan mencapai sekitar Rp 3,5 miliar. Tapi tidak bisa cair karena Sekwan yang baru sudah mengetahui ada kejanggalan dalam pengajuan tersebut,” ungkap Rustam.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Badan Penelitian Independen (BPI) Provinsi Bengkulu, Heri Ifzan, SE, menilai kasus ini harus segera ditangani aparat penegak hukum secara transparan. Menurutnya, tidak mungkin proyek dengan nilai miliaran rupiah bisa berjalan tanpa keterlibatan langsung pejabat di DPRD Provinsi.
“Kami melihat indikasi rekayasa dalam pengelolaan anggaran ini cukup kuat. Mustahil proyek senilai miliaran dikerjakan tanpa dasar kontrak dan perintah kerja. Oleh karena itu, kami mendorong Kejati Bengkulu bersama Polda untuk turun tangan dan menindaklanjuti kasus ini secara serius,” tegas Heri.
Ia menegaskan, penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Dana publik, kata Heri, seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan dijadikan alat memperkaya individu atau kelompok tertentu.
“Masyarakat sipil di Bengkulu memberikan perhatian besar terhadap dugaan penyalahgunaan dana publik ini. Kami berharap aparat hukum bertindak tegas agar praktik seperti ini tidak terus berulang,” tutupnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, berikut rincian dana yang digunakan dalam proyek rehabilitasi rumah dinas pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu tahun 2024:
• Rehabilitasi rumah dinas Ketua DPRD: Rp 1.350.000.000
• Pembelian videotron: Rp 1.000.000.000
• Pemasangan CCTV: Rp 30.000.000
• Pembelian sofa: Rp 110.500.000
• Belanja meja makan: Rp 29.000.000
• Belanja meja dan kursi: Rp 27.355.000
• Pembelian dispenser: Rp 4.199.000
• Pembelian televisi: Rp 55.966.000
• Pembelian kulkas: Rp 26.350.000
• Alat pendingin ruangan: Rp 55.790.000
• AC sentral: Rp 51.800.000
• Kompor tanam: Rp 4.950.000
• Perencanaan rehabilitasi rumah dinas: Rp 67.500.000
• Rehabilitasi gedung aula: Rp 200.000.000
• Belanja natura dan pakan natura: Rp 560.000.000
Total nilai anggaran keseluruhan proyek tersebut diperkirakan mencapai Rp 3,5 miliar.
Redaksi/Dedy Koboy
















