Bengkulu, swara-indonesia.com 14 Agustus 2025 – Suasana damai di Kelurahan Sido Mulyo, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu, mendadak terusik. Warga RT 10 dan RT 15 dilanda kekecewaan mendalam setelah satu-satunya jalur penghubung antar-RT yang telah digunakan selama lebih dari 30 tahun, tiba-tiba tertutup total.
Penutupan jalan ini diduga dilakukan oleh seorang anggota DPRD Kota Bengkulu berinisial DS, yang diketahui masih aktif menjabat dan berasal dari Fraksi PDI Perjuangan.
Akses Umum Berubah Jadi Area Tertutup
Pantauan di lapangan menunjukkan perubahan mencolok pada jalur tersebut. Jalan yang dulunya menjadi akses vital kini terhalang dinding putih tinggi menyerupai garasi kendaraan. Sebagian besar jalur telah tertutup rapat, lantainya dipasang beton bersih, bahkan terdapat tanda larangan kendaraan. Di sisi kanan, tembok oranye membatasi jalan dari rumah warga, sedangkan di sisi kiri, pagar putih berornamen menambah kesan bahwa area ini telah menjadi properti pribadi.
Sudah Diakui Sebagai Fasilitas Umum
Ketua RT 10, ZP, menegaskan bahwa sejak 1990, jalur itu telah menjadi penghubung utama warga menuju RT 15 dan berstatus sebagai fasilitas umum. Ia menyebut status tersebut sudah diakui secara resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu.
“Itu jalan milik warga. Bukan tanah pribadi. Tidak bisa seenaknya diubah fungsi,” ujarnya tegas.
Pernyataan serupa disampaikan oleh mantan Ketua RT dan Ketua RW setempat. Menurut mereka, tidak pernah ada proses kepemilikan pribadi yang sah atas jalur tersebut. Mereka menilai penutupan ini melanggar aturan dan mengganggu harmoni sosial di lingkungan.
Hak Warga Terampas
Warga RT 15 menyatakan kekecewaan mendalam.
“Kami memilih anggota dewan untuk memperjuangkan hak rakyat. Tapi justru jalan yang menjadi urat nadi kami ditutup demi kepentingan pribadi,” keluh seorang warga.
Bagi masyarakat, jalur ini bukan sekadar jalan, melainkan akses penting untuk mengantar anak sekolah, membawa barang dagangan, hingga menuju rumah kerabat. Penutupan jalan membuat mereka harus memutar hingga dua kali lipat dari jarak normal.
Respons Kecamatan Dinilai Tidak Tegas
Laporan warga sebenarnya telah sampai ke pihak Kecamatan Gading Cempaka. Camat setempat bahkan sempat meninjau lokasi. Namun, warga menilai tidak ada langkah konkret yang diambil.
“Seolah-olah masalah ini dianggap sepele. Tidak ada tindakan nyata,” kata warga lainnya.
Sikap pasif pemerintah kecamatan memunculkan tanda tanya. Sebagian warga menduga ada tekanan politik atau faktor lain yang membuat penegakan aturan terhambat.
Akan Dibawa ke DPR RI
Karena tidak ada solusi di tingkat lokal, warga berencana membawa persoalan ini ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Mereka berharap langkah tersebut akan membuka perhatian publik dan mendorong penegakan hukum.
“Ini soal hak publik. Kalau dibiarkan, fasilitas umum lain bisa saja bernasib sama,” tegas seorang tokoh warga.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik di Kota Bengkulu. Warga menunggu apakah pemerintah daerah dan aparat hukum akan mengembalikan hak mereka atau justru membiarkan penutupan ini menjadi preseden buruk bagi pengelolaan ruang publik di masa mendatang.
Redaksi/Dedy Koboy