Bengkulu, swara-indonesia.com 28/10/2025 — Sejumlah proyek revitalisasi di SMA Negeri 8 Kota Bengkulu yang dibiayai melalui Program Bantuan Pemerintah Revitalisasi Satuan Pendidikan tahun 2025 kini menuai kritik tajam. Proyek dengan total nilai mencapai hampir Rp800 juta ini diduga dikerjakan tidak sesuai standar teknis, bahkan dinilai berpotensi merugikan keuangan negara akibat lemahnya pengawasan dari aparat penegak hukum maupun instansi teknis terkait.
Dari hasil pantauan di lapangan, terlihat sejumlah indikasi kejanggalan dalam pelaksanaan pekerjaan. Pengecoran beton dilakukan tanpa menggunakan mesin molen, melainkan dengan cara manual, sehingga kekuatan mutu beton patut diragukan. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada ketahanan bangunan di masa mendatang.

Selain itu, pada pembangunan jamban sekolah, jarak antar cincin septic tank berkisar 21–23 sentimeter, yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan konstruksi. Material pasir yang digunakan juga tampak bercampur tanah, yang jelas menurunkan kualitas adukan dan daya rekat bangunan.

Tidak hanya itu, dalam pekerjaan rehabilitasi kusen dan pintu, ditemukan bahwa sebagian komponen lama masih digunakan sementara sebagian lain diganti tanpa keseragaman bahan maupun standar mutu. Sementara dari sisi keselamatan kerja, tidak terlihat penerapan prinsip K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di lokasi, di mana para pekerja tampak tanpa helm, rompi pelindung, atau sepatu safety.
Padahal proyek tersebut mencakup tiga kegiatan besar, yakni:
• Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) 2 lokal senilai Rp533.188.700,
• Pembangunan toilet/jamban baru senilai Rp146.837.500, dan
• Rehabilitasi perpustakaan senilai Rp96.020.800,
seluruhnya bersumber dari APBN tahun anggaran 2025 melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Temuan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai sejauh mana peran dan fungsi pengawasan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) maupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, yang selama ini diharapkan mampu mengawal pelaksanaan proyek-proyek pendidikan agar berjalan transparan dan sesuai aturan.
Ketua Lembaga Investigasi dan Informasi Kemasyarakatan (LIDIK) DPW Provinsi Bengkulu, Candra Irawan, S., S.IP, ikut menyoroti persoalan ini.
Menurutnya, proyek yang bersumber dari dana pusat seharusnya dikerjakan dengan penuh tanggung jawab karena menyangkut uang rakyat.
“Kami melihat lemahnya pengawasan dari pihak terkait, terutama aparat penegak hukum dan dinas teknis. Jika benar ditemukan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, maka ini bisa masuk kategori perbuatan melawan hukum. Kami mendesak Kejati dan Kejari Bengkulu segera turun untuk melakukan investigasi mendalam,” tegas Candra Irawan.
Ia juga menambahkan bahwa proyek pendidikan tidak boleh dijadikan ajang mencari keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
“Revitalisasi sekolah harus memberi manfaat nyata bagi siswa dan dunia pendidikan, bukan sekadar formalitas laporan kegiatan. Bila perlu, kami akan laporkan temuan ini ke aparat pengawasan internal pemerintah dan lembaga penegak hukum,” ujarnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait dugaan ketidaksesuaian pekerjaan tersebut, Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Bengkulu memilih bungkam dan tidak memberikan tanggapan apapun.
Publik kini menanti langkah konkret dari aparat penegak hukum untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang seharusnya menjadi simbol kemajuan dunia pendidikan di Provinsi Bengkulu ini.
Redaksi/Dedy Koboy
















