Breaking News

Home / News

Sabtu, 28 Juni 2025 - 16:06 WIB

Dugaan Material Ilegal di Proyek Bendung Air Alas: Lentera RI Desak Penegakan Hukum, Konsultan Pengawas Dipertanyakan

{

{"ARInfo":{"IsUseAR":false},"Version":"1.0.0","MakeupInfo":{"IsUseMakeup":false},"FaceliftInfo":{"IsChangeEyeLift":false,"IsChangeFacelift":false,"IsChangePostureLift":false,"IsChangeNose":false,"IsChangeFaceChin":false,"IsChangeMouth":false,"IsChangeThinFace":false},"BeautyInfo":{"SwitchMedicatedAcne":false,"IsAIBeauty":false,"IsBrightEyes":false,"IsSharpen":false,"IsOldBeauty":false,"IsReduceBlackEyes":false},"HandlerInfo":{"AppName":2},"FilterInfo":{"IsUseFilter":false}}

Seluma, swara-indonesia.com 27 Juni 2025 — Proyek Rehabilitasi Bendung Daerah Irigasi (D.I) Air Alas yang sedang berjalan di Kecamatan Semidang Alas, Kabupaten Seluma, Bengkulu, tengah menjadi sorotan publik. Proyek strategis bernilai Rp20,6 miliar ini dibiayai melalui APBN 2025 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air SNVT PJPA Sumatera VII. Pekerjaan pelaksanaannya dipercayakan kepada PT Bangun Konstruksi Persada, dengan masa kontrak selama 210 hari kalender.

Namun, proyek yang semestinya menjadi solusi atas kebutuhan irigasi pertanian tersebut justru memicu tanda tanya besar. Pasalnya, ditemukan dugaan kuat bahwa pekerjaan konstruksi menggunakan material batu koral ilegal yang diambil langsung dari aliran sungai irigasi setempat. Penggunaan alat berat untuk mengeruk batu dari dasar sungai menjadi pemandangan umum di lokasi proyek.

Sejumlah warga yang tinggal di sekitar lokasi membenarkan hal tersebut. Mereka menyatakan bahwa tidak pernah terlihat pengangkutan material dari lokasi tambang resmi, dan menduga material diambil langsung dari area sungai yang sedang direhabilitasi.

“Yang kami lihat, setiap hari ada alat berat yang mengeruk batu langsung dari sungai, bukan dari luar. Tidak ada truk masuk membawa batu dari kuari,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.

Lentera RI Angkat Bicara

Menyikapi dugaan pelanggaran ini, Lembaga Nasional Transparansi dan Reformasi Indonesia (Lentera RI) secara resmi mengeluarkan pernyataan keras. Menurut mereka, praktik penggunaan material ilegal dalam proyek negara bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menjadi bentuk pembiaran yang merugikan keuangan negara dan daerah.

Baca Juga  Raju Hirang Putih Seorang Anak Petani Asal Lebong Lolos Ke Tingkat Nasional Ajang Pemilihan Duta Budaya Indonesia 2025 .

“Jika benar material yang digunakan tidak berasal dari tambang resmi berizin, maka proyek ini telah menabrak aturan hukum dan prinsip tata kelola anggaran yang baik. Ini harus segera diselidiki,” tegas Aditya Saputra, Koordinator Wilayah Lentera RI Bengkulu.

Lebih lanjut, Lentera RI juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan dalam proyek ini. Terlebih lagi, proyek ini sudah dikontrak bersama pihak konsultan pengawas yang seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap proses teknis di lapangan.

Tugas dan Fungsi Konsultan Pengawas Dipertanyakan

Keberadaan konsultan pengawas dalam proyek ini kini dipertanyakan. Padahal, mereka sudah dikontrak dengan anggaran khusus untuk memastikan seluruh kegiatan teknis berjalan sesuai spesifikasi dan ketentuan hukum. Namun, di lapangan, warga menyatakan bahwa pengawas jarang terlihat, bahkan nyaris tak pernah turun ke lokasi.

“Konsultan pengawas itu digaji dan dikontrak untuk mengawasi proyek. Tapi di lapangan, kenyataannya tidak ada kontrol. Jadi wajar kalau publik bertanya, apa fungsi mereka?” ujar Aditya.

Ketiadaan pengawasan ini membuka celah bagi praktik ilegal seperti penggunaan material tambang tanpa izin. Padahal, berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, kegiatan penambangan tanpa izin resmi merupakan tindak pidana. Pasal 158 menyebutkan sanksi pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar bagi pelaku penambangan tanpa izin (PETI).

Baca Juga  Diduga Mark-Up Dana Desa Capai Ratusan Juta, Kades Padang Genting Bungkam

Ancaman bagi Lingkungan dan PAD Daerah

Dampak dari praktik ini tidak hanya berhenti pada aspek hukum. Pengambilan koral dari dasar sungai secara langsung dikhawatirkan merusak ekosistem dan fungsi irigasi yang menjadi target utama proyek. Selain itu, praktik ini juga dapat menyebabkan kerugian daerah akibat hilangnya potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak mineral bukan logam dan batuan.

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Seluma didesak oleh Lentera RI untuk aktif melakukan pemantauan dan segera mengambil langkah tegas agar tidak terjadi kebocoran PAD yang berulang.

Lentera RI Akan Lapor ke Penegak Hukum

Lentera RI memastikan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Mereka menyatakan akan segera melayangkan laporan resmi kepada aparat penegak hukum, termasuk mendorong audit investigatif oleh BPK dan Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR.

“Kasus seperti ini tidak boleh dianggap biasa. Proyek pemerintah harus menjadi contoh integritas, bukan ajang pelanggaran aturan. Kami akan awasi terus,” tegas Aditya.

Kasus ini menjadi catatan penting bagi seluruh pemangku kepentingan dalam proyek pembangunan. Pengawasan yang lemah, pengabaian fungsi konsultan pengawas, dan penggunaan material ilegal bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengkhianati amanah publik.

(Redaksi/Dedy Koboy)

Share :

Baca Juga

News

Diduga Mark-Up Dana Desa Capai Ratusan Juta, Kades Padang Genting Bungkam

News

Polisi Tangkap 2 Pelaku yang Coba Bobol Mesin ATM di Nanga Mahap, Kalbar

Entertainment

Raju Hirang Putih Seorang Anak Petani Asal Lebong Lolos Ke Tingkat Nasional Ajang Pemilihan Duta Budaya Indonesia 2025 .

News

Dugaan Penyelewengan Dana Desa Muara Aman Fiktif Di Zaman PJ, Empat Lawang: Indikasi Fiktif dan Mark-Up Ditemukan

News

Kades Tanjung Karet Ditikam Warga Usai Tolak Bantu Urus Dokumen

News

Aktivitas Stockpile Batu Bara di Sepadan Pantai Pulau Bai Diduga Langgar Aturan dan Rusak Lingkungan

News

Lembaga BPAN Resmi Laporkan Dugaan Mark’up Dana Desa Renah Semanek ke Aparat Penegak Hukum

News

Speedboat Bawa 23 Migran Tenggelam di Pantai Kuba, 2 Orang Tewas